feedburner
Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

feedburner count

BPK dalam Menegakan Tranparansi Fiskal



Transparansi fiskal menekankan pada keterbukaan informasi mengenai struktur dan fungsi pemerintah, sasaran kebijakan fiskal, posisi keuangan sektor negara maupun proyeksi fiskal. Pada hakikatnya, transparansi fiskal mengandung empat elemen dasar pokok. Elemen dasar pertama adanya kejelasan peranan serta tanggung jawab lembaga negara. Dalam kaitan ini, termasuk kejelasan pembagian tugas, kewenangan, maupun tanggung jawab semua cabang pemerintah, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Kejelasan pengaturan itu juga mencakup mekanisme koordinasi dan manajemen kegiatan anggaran maupun nonanggaran. Hal yang sama juga berlaku bagi hubungan antara pemerintah dengan institusi negara nonpemerintah lainnya, seperti BI, Bulog, BUMN, dan BUMND.Undang-Undang Pajak maupun peraturan yang menjadi dasar pungutan pemerintah itu harus terbuka luas bagi masyarakat, mudah dipahami, dan mudah diterapkan. Standar kode etik pegawai negeri perlu diumumkan kepada masyarakat dan diawasi penerapannya.
Elemen dasar kedua transparansi fiskal menuntut adanya keterbukaan informasi kepada masyarakat luas, baik berupa kegiatan di masa lalu, pada saat sekarang, maupun mengenai rencana ke depan. Dokumentasi anggaran, neraca, maupun laporan lainnya mengenai keuangan negara harus terbuka untuk umum dan mencakup transaksi anggaran resmi maupun kegiatan nonbujeter terkonsolidasi. Termasuk di dalam dokumen laporan itu kewajiban kontijensi, pajak terselubung, maupun kegiatan kuasi fiskal, posisi utang serta kekayaan negara.
Elemen dasar ketiga transparansi fiskal adalah adanya keterbukaan informasi dalam proses penyusunan anggaran maupun pelaksanaan serta pelaporannya. APBN tahunan hendaknya disiapkan dan dipresentasikan dalam kerangka asumsi perkiraan besaran model ekonomi makro yang komprehensif dan konsisten. Asumsi ekonomi makro itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen APBN tersebut. UU No. 17 tahun 2003 menetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban APBN/APBD setidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai Standar Akuntansi Pemerintah. Pasal 11 Ayat (5) dan Pasal 15 Ayat (5) UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara memuat format APBN sesuai dengan format yang berlaku secara internasional (seperti Government Financial Statistics) yang disusun IMF dan sangat berbeda dengan format APBN era orde baru. Format APBN versi UU No. 17 tahun 2003 itu lebih transparan karena data anggaran disusun secara terpadu dan dilaporkan atas dasar gross basis dengan membedakan antara penerimaan dengan pengeluaran serta pembelanjaan defisit anggaran. Pasal 11 Ayat (5) UU No. 17 tahun 2003 membagi mata anggaran pengeluaran negara berdasarkan kelompok ekonomi, fungsional maupun kelompok administratif. Menurut rincian jenisnya secara ekonomi, belanja negara dirinci antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga utang, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Menurut fungsi, belanja negara digolongkan dalam (1) pelayanan umum, (2) pertahanan, (3) ketertiban, keamanan dan hukum, (4) ekonomi, (5) perlindungan lingkungan hidup, (6) perumahan dan pemukiman, (7) kesehatan, (8) pariwisata dan budaya, (9) agama, (10) pendidikan, dan (11) perlindungan sosial. Secara administratif atau organisasi, belanja negara dibedakan antara belanja Pemerintah Pusat dan belanja pemerintah daerah. Anggaran belanja Pemerintah Pusat disesuaikan dengan susunan kementerian negara maupun lembaga negara. Anggaran nonbujeter dilaporkan bersama dengan dokumen anggaran resmi dengan mengikuti pengelompokan yang sama. Format baru itu diharapkan akan dapat diimplementasikan mulai tahun anggaran 2005. Format baru berdasarkan UU No. 17 tahun 2003 belum dapat menggolongkan pengeluaran anggaran berdasarkan kinerja.
Dalam APBN masa lalu, anggaran nonbujeter terdiri dari berbagai sumber dan tidak dapat dilaporkan serta dipertanggungjawabkan kepada DPR. Artinya, ada bagian dari anggaran negara yang tidak mendapatkan persetujuan maupun pengawasan DPR. Akibatnya, DPR tidak sepenuhnya menjalankan hak bujetnya seperti yang diamanatkan dalam Pasal 23 UUD 1945. Anggaran nonbujeter yang tidak dikonsolidasikan sekaligus menyulitkan penilaian ongkos atau biaya yang sebenarnya atas kegiatan satuan kerja pemerintah. Sumber-sumber anggaran nonbujeter dalam APBN orde baru termasuk kredit program bank-bank negara, kredit dari BI untuk menutup gagal bayar PN Pertamina tahun 1970-an, Bulog, BUMN serta berbagai yayasan milik instansi resmi. Implementasi anggaran dilaporkan secara periodik, secara kuartalan maupun pertengahan tahun. Pertanggungjawaban realisasi anggaran dilakukan pada setiap akhir tahun. Publikasi mengenai informasi keuangan negara harus dapat dibuat tepat waktu, dan publikasi dibuat secara resmi, sehingga merupakan dokumen resmi yang mengikat bagi pemerintah.
 Elemen dasar keempat transparansi fiskal adalah menyangkut kebenaran ataupun
integritas keuangan negara. Data anggaran mencerminkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran negara yang disusun berdasarkan asumsi perkembangan ekonomi makro tertentu untuk mewujudkan komitmen kebijakan pemerintah yang tertentu pula. Kebenaran data yang dimuat dalam dokumen anggaran perlu dipelihara dan disusun berdasarkan standar akuntansi baku dan perlu diperiksa konsistensi internalnya dan direkonsiliasikan dengan data dari sumber lainnya. Pada akhirnya, kebenaran dan konsistensi data anggaran itu diaudit oleh BPK.
Tuntutan masyarakat untuk melakukan reformasi sistem sosial, politik, dan ekonomi guna mewujudkan demokrasi telah mengubah sistem dan struktur pemerintahan Indonesia. Sementara itu, tuntutan untuk mengikis KKN memerlukan peningkatan transparansi fiskal atau pengelolaan maupun pertanggungjawaban keuangan negara. Transparansi fiskal merupakan komponen utama dari upaya penciptaan clean government dan good governance. Sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara, BPK RI sangat berperan dalam mewujudkan transparansi fiskal itu. Tuntutan reformasi tersebut telah diwujudkan dalam bentuk rangkaian perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahan perangkat hukum lain, perubahan kebijakan pemerintah maupun perubahan mendasar dalam hal pengelolaan keuangan negara. Perubahan dalam sistem dan struktur pemerintahan antara lain tercermin dari perluasan otonomi daerah dan pembagian hak serta tanggung jawab antartingkat pemerintahan. Salah satu perubahan mendasar dalam hal pengelolaan keuangan negara adalah diaturnya kembali perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah. Perubahan sistem pemerintahan sekaligus mengubah lembaga negara. Salah satu perubahan dalam bidang ini adalah dengan menciptakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan menata ulang fungsi serta peranan MPR. Anggota DPD dipilih dari setiap
provinsi melalui pemilihan umum. Sementara itu, MPR kini terdiri dari anggota DPR dan DPD, tidak lagi memilih presiden dan wakil presiden serta tidak lagi menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Pada masa lalu GBHN menjadi dasar penyusunan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang merupakan program pemerintah. Dewasa ini, program pemerintah itu disusun berdasarkan platform presiden yang langsung dipilih oleh rakyat.

Diamabil dari tugasku ( berbagai sumber )




0 komentar:

Posting Komentar

Introduction

pada dasarnya aku hanya seorang anak kuliah pada umumnya, namun ingin memberi nilai khusus pada sebuah catatanku yang mungkin hanya goresan tinta mahasiswi yang tak tentu arah..

YM

Anda pengunjung ke

Followers